MAKALAH
Khitbah
Fiqih Munakahhat
Disusun Oleh:
Abdul Khaq :11310122
Fadlun :11310138
Rini Rachmawati :11310130
Sukron Latif :
11310104
Sekolah Tinggi Agama Islam Wali Sembilan Semarang Tahun 2014/2015
A.
Pengertian Khitbah
khitbah artinya adalah
peminang,yaitu melamar untuk menyatakan permitaan atau ajakan menginggat
perjodohan,Dari seorang laki-laki dengan seorang perempuan calon istrinya.
Ibnu Mas’ud
menuturkan bahwa Rasulullah Saw telah mengingatkan:
‘Wahai para
pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah sanggup memikul beban. Hendaklah
ia segera menikah, karena hal itu dapat menundukan pandangan dan menjaga
kehormatan. Sebaliknya siapa saja yang belum mampu, hendaklah ia shaum karena
hal itu dapat menjadi perisai’.
Diantara
peristiwa khithbah yang terjadi pada masa Rasulullah Saw, adalah yang dilakukan
oleh sahabat beliau, Abdurrahman Bin ‘Auf yang mengkhithbah Ummu Hakim Binti
Qarizh. Hadits riwayat Bukhari menjelaskannya sebagai berikut:
‘Abdurrahman
Bin ‘Auf berkata kepada Ummu Hakim Binti Qarizh:”Maukah kamu menyerahkan
urusanmu kepadaku?” Ia menjawab ”Baiklah!”, maka Ia (Abdurrahman Bin ‘Auf) berkata:
“Kalau begitu, baiklah kamu saya nikahi.” (HR.Bukhari).
Abdurrahman
Bin ‘Auf dan Ummu Hakim keduanya merupakan sahabat Rasulullah Saw. Ketika itu
Ummu Hakim statusnya menjanda karena suaminya telah gugur dalam medan jihad fii
sabilillah, kemudian Abdurrahman Bin Auf (yang masih sepupunya) datang
kepadanya secara langsung untuk mengkhitbah sekaligus menikahinya.
Kejadian
ini menunjukan seorang laki-laki boleh meminang secara langsung calon istrinya
tanpa didampingi oleh orang tua atau walinya dan Rasulullah Saw tidak menegur
atau menyalahkan Abdurrahman Bin ‘Auf atas kejadian ini.
Selain
itu, seorang wanita juga diperbolehkan untuk meminta seorang laki-laki agar
menjadi suaminya. Akan tetapi ia tidak boleh berkhalwat atau melakukan hal-hal
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’at (Syamsudin Ramdhan, 2004:56).
Kebolehan hal ini didasarkan pada sebuah riwayat berikut:
‘Pernah ada
seorang wanita yang datang kepada Rasulullah Saw, seraya berkata ‘Wahai
Rasulullah aku datang untuk menyerahkan diriku kepada Engkau’. Rasulullah Saw
lalu melihatnya dengan menaikan dan menetapkan pandangannya. Ketika melihat
bahwa Rasulullah tidak memberikan keputusannya, maka wanita itupun
tertunduk” (HR.Bukhari)
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat difahami bahwa khithbah merupakan jalan untuk
mengungkapkan maksud seorang ikhwan/akhwat kepada lawan jenisnya terkait dengan
tujuan membangun sebuah kehidupan berumah tangga, baik dilakukan secara
langsung (kepada calon) ataupun melalui perwakilan pihak lain.
B.
Syarat – syarat Khitbah
1.
Syarat
Mustahsinah (lebih baik)
Syarat
mustahsinah adalah syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang
akan melamar seorang perempuan agar ia meneliti lebih dahulu perempuan yang
akan dilamarnya itu. Sehingga, dapat menjamin kelangsungan hidup berumah tangga
kelak. Syarat mustahsinah ini bukanlah syarat yang wajib dipenuhi, tetapi hanya
berupa anjuran dan kebiasaan yang baik.
Yang termasuk
syarat mustahsinah itu adalah:
- Perempuan yang akan dilamar hendaklah sejodoh dengan laki-laki yang meminangnya, seperti sama kedudukannya, sama-sama baik rupanya, sama dalam tingkat sosial ekonominya, dan sebagainya.
- Perempuan yang akan dilamar hendaknya perempuan yang mempuanyi sifat kasih sayang dan mampu memberikan keturunan sesuai dengan anjuran Rasulullah saw.
- Perempuan yang akan dilamar hendaknya perempuan yang jauh hubungan darah dengan laki-laki yang akan melamarnya. Islam melarang laki-laki menikahi seorang perempuan yang sangat dekat hubungan darahnya.
- Hendaknya laki-laki mengetahui keadaan-keadaan jasmani, budi pekerti, dan sebagainya dari perempuan yang akan dilamar.
2.
Syarat
Lazimah
Syarat
lazimah adalah syarat yang wajib dipenuhi sebelum proses melamar atau khitbah
dilakukan. Sahnya lamaran bergantung kepada adanya syarat-syarat lazimah.
Syarat lazimah
tersebut adalah:
- Perempuan yang akan dilamar tidak sedang dilamar laki-laki lain. Apabila sedang dilamar laki-laki lain, maka laki-laki tersebut telah melepaskan hak pinangnya sehingga perempuan dalam keadaan bebas.
- Perempuan yang akan dilamar tidak dalam masa iddah. Masa iddah adalah masa menunggu bagi seorang perempuan yang ditalak suaminya. Haram hukumnya melamar peempuan yang sedang dalam masa iddah talak raji’i[1]
- Perempuan yang akan dilamar hendaklah yang boleh dinikahi. Artinya, perempuan tersebut bukan mahrom bagi laki-laki yang akan melamarnya.
C.
Hukum Khitbah
Hukum meminang adalah
boleh (mubah)adapun dalil yang memperbolehkannaya adalah.
وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي
أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لا
تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلا أَنْ تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا وَلا تَعْزِمُوا
عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
غَفُورٌ حَلِيمٌ
Artinya: dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran,atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka)dalam hatimu (Al-Baqoroh ayat 235)
Artinya: dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran,atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka)dalam hatimu (Al-Baqoroh ayat 235)
وعن جابرقال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, إذا خطب أحدكم المرأة
فإن استطاع أن ينظر منها إلى مايدعوه إلى نكاحها فاليفعل قالفخطبت جارية من نبي
سلمة فكنت أختبئ لها تحت الكرب حتى رأيت منها بعض ما دعاني إلى نكاحها فتزوجتها
“Dari Jabir bin
Abdullah berkata: Rasulullah bersabda: jika seseorang meminang perempuan, maka
jika mampu hendaknya ia melihatnya sehingga ia menginginkan untuk melihatnya,
maka lakukanlah sehingga engkau melihatnya sesuatu yang menarik untuk
menikahinya maka nikahilah”.
D.
Macam macam Khitbah
Ada beberapa macam peminangan, diantaranya
sebagai berikut:
ü Secara langsung, yaitu menggunakan ucapan yang jelas dan terus
terang sehingga tidak mungkin dipahami dari ucapan itu, kecuali untuk
peminangan, seperti ucapan, “ saya berkeinginan untuk menikahimu”.
ü Secara tidak langsung( ta’rif), yaitu dengan ucapan yang tidak
jelas dan tidak terus terang atau dengan istilah kinayah. Dengan pengertian lain ucapan itu dapat
dipahami dengan maksud lain, seperti ucapan.” Tidak ada orang yang tidak
sepertimu”, adapun sindiran selain ini yang
dapat dipahami oleh wanita bahwa laki-laki tersebut berkeinginan menikah
dengannya, maka semua diperbolehkan.
Diperbolehkan juga bagi wanita untuk menjawab sindiran itu dengan
kata-kata yang berisi sindiran juga.
Perempuan yang belum kawin atau yang sudah kawin dan telah habis pula
masa iddahnya boleh dipinang dengan ucapan sindiran atau secara tidak langsung.
E.
Batalnya khitbah
Hati
manusia itu selalu berubah-ubah karena ia adalah fitrah yang dikaruniakan oleh
Allah SWT. Begitu juga dalam masalah khitbah, bisa jadi piahak laki-laki yang
membatalkan lamarannya atau sebaliknya, pihak perempuan mencabut kembali
keputusannya untuk menerima lamaran pihak laki-laki. Hal ini bisa terjadi, dan
kenyataannya memang banyak terjadi.
Dalam islam, membatalkan lamaran
adalah sah-sah saja, sebab lamaran hanyalah janji dan pengantar menuju
pernikahan, bukan akad. Sehingga, lamaran itu bisa diputus kapan saja. Hanya
,tindakan seperti ini sangat dibenci oleh siapa pun , terutama pihak yang dilamar.
Jika alasan memutus lamaran adalah karena terkait dengan persoalan syariat, itu
tidak masaah. Namun jika alasannya
mengada-ngada maka islam sangat mencelanya, karena termasuk dalam sifat-sifat
orang-orang munafik.
Dalam sebuah riwayat diceritakan,
tatkala kematian menghampiri Abdullah bin umar ra, ia berkata, “ lihatlah
laki-laki itu (seorang laki-laki dan kalangan quraisy) saya telah mengucapkan
kepadanya kata-kata yang mirip dengan perjanjian. Dan saya tidak ingin menemui
allah SWT dengan memikul sepertiga kemunafikan, saya bersaksi di hadapan kalian
semua bahwa saya teah menikahkannya.”. demikian kosisitansi para shahabat dalam
menjalankan janji mereka. Janganlah kita dengan mudahnya membatalakan lamaran
pernikahan, kecuali alasan syar’i karena itu akan menyebabkan rasa sakit hati,
dan memicu timbulnya permusuhan diantara kedua belah pahak.
Sementara itu adat berkembang di
Indonesia, ketika dilangsungkan lamaran, biasanya membawa barang–barang
tertentu sebagai pengikat, bahkan ada yang telah memberikan sebagian mahar.
Jika begitu apa yang harus dilakukan jika dibatalkan lamaran ?. jika diberikan
itu adalah bagian dari mahar maka ia harus dikembaliakan. Mahar baru boleh
dimiliki setelah terjadi akad nikah. Sebelum itu mahar masih menjadi milik laki-laki.
Sedangkan jika barang-barang yang
diberikan itu hanyalah hadiah untuk mempererat hubungan diantara kedua belah
pihak maka ia sama hukumnya dengan hibah. Dan itu tidak boleh diambil lagi,
kecuali atas keridhoaannya. Barang yang diberikan itu telah masuk kedalam hak
kepemilikan pihak perempuan, tentang hal ini rasulullah bersabda.
لا يحل لاحدان يعطى عطية فيرجع فيها
الاالوالد فيمايعطي ولده
“Tidak
boleh bagi seseorang yang memberikan suatu pemberian, kemudian mengambilnya
kembali, kecuali baqpak kepada anaknya”.
Daftar Pustaka
Rifa’I, Moh. 2002. Fiqih Wicaksana. Tohaputra :
Semarang.
Sayid, Sabia. 2006. Fiqih Sunan. Pena Pundit Aksara : Bandung.
Zakariyah, Rusydy. 2001. Fiqih. Jakarta: Depag
Sayid, Sabia. 2006. Fiqih Sunan. Pena Pundit Aksara : Bandung.
Zakariyah, Rusydy. 2001. Fiqih. Jakarta: Depag
Ghozali, Abdul. 2003. Fiqh Munakahat. Kencana Prenada Media
Group.
Saebani, Ahmad. April 2009. Fiqh Munakahat. CV. Pustaka
Setia. Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar