Minggu, 01 Februari 2015

khitbah pernikahan



MAKALAH 
Khitbah
Fiqih Munakahhat


 







Disusun Oleh:
Abdul Khaq               :11310122
Fadlun                       :11310138
Rini Rachmawati       :11310130
Sukron Latif              : 11310104
 

Sekolah Tinggi Agama Islam Wali Sembilan Semarang Tahun 2014/2015

A.    Pengertian Khitbah
khitbah artinya adalah peminang,yaitu melamar untuk menyatakan permitaan atau ajakan menginggat perjodohan,Dari seorang laki-laki dengan seorang perempuan calon istrinya.
Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah Saw telah mengingatkan:
‘Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah sanggup memikul beban. Hendaklah ia segera menikah, karena hal itu dapat menundukan pandangan dan menjaga kehormatan. Sebaliknya siapa saja yang belum mampu, hendaklah ia shaum karena hal itu dapat menjadi perisai’.
Diantara peristiwa khithbah yang terjadi pada masa Rasulullah Saw, adalah yang dilakukan oleh sahabat beliau, Abdurrahman Bin ‘Auf yang mengkhithbah Ummu Hakim Binti Qarizh. Hadits riwayat Bukhari menjelaskannya sebagai berikut:
‘Abdurrahman Bin ‘Auf berkata kepada Ummu Hakim Binti Qarizh:”Maukah kamu menyerahkan urusanmu kepadaku?” Ia menjawab ”Baiklah!”, maka Ia (Abdurrahman Bin ‘Auf) berkata: “Kalau begitu, baiklah kamu saya nikahi.” (HR.Bukhari).
Abdurrahman Bin ‘Auf dan Ummu Hakim keduanya merupakan sahabat Rasulullah Saw. Ketika itu Ummu Hakim statusnya menjanda karena suaminya telah gugur dalam medan jihad fii sabilillah, kemudian Abdurrahman Bin Auf (yang masih sepupunya) datang kepadanya secara langsung untuk mengkhitbah sekaligus menikahinya.
Kejadian ini menunjukan seorang laki-laki boleh meminang secara langsung calon istrinya tanpa didampingi oleh orang tua atau walinya dan Rasulullah Saw tidak menegur atau menyalahkan Abdurrahman Bin ‘Auf atas kejadian ini.
Selain itu, seorang wanita juga diperbolehkan untuk meminta seorang laki-laki agar menjadi suaminya. Akan tetapi ia tidak boleh berkhalwat atau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’at (Syamsudin Ramdhan, 2004:56). Kebolehan hal ini didasarkan pada sebuah riwayat berikut:
‘Pernah ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah Saw, seraya berkata ‘Wahai Rasulullah aku datang untuk menyerahkan diriku kepada Engkau’. Rasulullah Saw lalu melihatnya dengan menaikan dan menetapkan pandangannya. Ketika melihat bahwa Rasulullah tidak memberikan keputusannya, maka wanita itupun tertunduk” (HR.Bukhari)
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat difahami bahwa khithbah merupakan jalan untuk mengungkapkan maksud seorang ikhwan/akhwat kepada lawan jenisnya terkait dengan tujuan membangun sebuah kehidupan berumah tangga, baik dilakukan secara langsung (kepada calon) ataupun melalui perwakilan pihak lain.
B.     Syarat – syarat Khitbah

1.      Syarat Mustahsinah (lebih baik)
Syarat mustahsinah adalah syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang akan melamar seorang perempuan agar ia meneliti lebih dahulu perempuan yang akan dilamarnya itu. Sehingga, dapat menjamin kelangsungan hidup berumah tangga kelak. Syarat mustahsinah ini bukanlah syarat yang wajib dipenuhi, tetapi hanya berupa anjuran dan kebiasaan yang baik.
Yang termasuk syarat mustahsinah itu adalah:
  • Perempuan yang akan dilamar hendaklah sejodoh dengan laki-laki yang meminangnya, seperti sama kedudukannya, sama-sama baik rupanya, sama dalam tingkat sosial ekonominya, dan sebagainya.
  • Perempuan yang akan dilamar hendaknya perempuan yang mempuanyi sifat kasih sayang dan mampu memberikan keturunan sesuai dengan anjuran Rasulullah saw.
  • Perempuan yang akan dilamar hendaknya perempuan yang jauh hubungan darah dengan laki-laki yang akan melamarnya. Islam melarang laki-laki menikahi seorang perempuan yang sangat dekat hubungan darahnya.
  • Hendaknya laki-laki mengetahui keadaan-keadaan jasmani, budi pekerti, dan sebagainya dari perempuan yang akan dilamar.
2.      Syarat Lazimah
Syarat lazimah adalah syarat yang wajib dipenuhi sebelum proses melamar atau khitbah dilakukan. Sahnya lamaran bergantung kepada adanya syarat-syarat lazimah.
Syarat lazimah tersebut adalah:
  • Perempuan yang akan dilamar tidak sedang dilamar laki-laki lain. Apabila sedang dilamar laki-laki lain, maka laki-laki tersebut telah melepaskan hak pinangnya sehingga perempuan dalam keadaan bebas.
  • Perempuan yang akan dilamar tidak dalam masa iddah. Masa iddah adalah masa menunggu bagi seorang perempuan yang ditalak suaminya. Haram hukumnya melamar peempuan yang sedang dalam masa iddah talak raji’i[1]
  • Perempuan yang akan dilamar hendaklah yang boleh dinikahi. Artinya, perempuan tersebut bukan mahrom bagi laki-laki yang akan melamarnya.
C.   Hukum Khitbah
Hukum meminang adalah boleh (mubah)adapun dalil yang memperbolehkannaya adalah.
وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلا أَنْ تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا وَلا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Artinya: dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran,atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka)dalam hatimu (Al-Baqoroh ayat 235)
 وعن جابرقال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, إذا خطب أحدكم المرأة فإن استطاع أن ينظر منها إلى مايدعوه إلى نكاحها فاليفعل قالفخطبت جارية من نبي سلمة فكنت أختبئ لها تحت الكرب حتى رأيت منها بعض ما دعاني إلى نكاحها فتزوجتها
“Dari Jabir bin Abdullah berkata: Rasulullah bersabda: jika seseorang meminang perempuan, maka jika mampu hendaknya ia melihatnya sehingga ia menginginkan untuk melihatnya, maka lakukanlah sehingga engkau melihatnya sesuatu yang menarik untuk menikahinya maka nikahilah”.
D.   Macam macam Khitbah
 Ada beberapa macam peminangan, diantaranya sebagai berikut:
ü  Secara langsung, yaitu menggunakan ucapan yang jelas dan terus terang sehingga tidak mungkin dipahami dari ucapan itu, kecuali untuk peminangan, seperti ucapan, “ saya berkeinginan untuk menikahimu”.
ü   Secara tidak langsung( ta’rif), yaitu dengan ucapan yang tidak jelas dan tidak terus terang atau dengan istilah kinayah.  Dengan pengertian lain ucapan itu dapat dipahami dengan maksud lain, seperti ucapan.” Tidak ada orang yang tidak sepertimu”, adapun sindiran selain ini yang  dapat dipahami oleh wanita bahwa laki-laki tersebut berkeinginan menikah dengannya, maka semua diperbolehkan.  Diperbolehkan juga bagi wanita untuk menjawab sindiran itu dengan kata-kata yang berisi sindiran juga.  Perempuan yang belum kawin atau yang sudah kawin dan telah habis pula masa iddahnya boleh dipinang dengan ucapan sindiran atau secara tidak langsung.

E.   Batalnya khitbah
            Hati manusia itu selalu berubah-ubah karena ia adalah fitrah yang dikaruniakan oleh Allah SWT. Begitu juga dalam masalah khitbah, bisa jadi piahak laki-laki yang membatalkan lamarannya atau sebaliknya, pihak perempuan mencabut kembali keputusannya untuk menerima lamaran pihak laki-laki. Hal ini bisa terjadi, dan kenyataannya memang banyak terjadi.
            Dalam islam, membatalkan lamaran adalah sah-sah saja, sebab lamaran hanyalah janji dan pengantar menuju pernikahan, bukan akad. Sehingga, lamaran itu bisa diputus kapan saja. Hanya ,tindakan seperti ini sangat dibenci oleh siapa pun , terutama pihak yang dilamar. Jika alasan memutus lamaran adalah karena terkait dengan persoalan syariat, itu tidak masaah. Namun  jika alasannya mengada-ngada maka islam sangat mencelanya, karena termasuk dalam sifat-sifat orang-orang munafik.
            Dalam sebuah riwayat diceritakan, tatkala kematian menghampiri Abdullah bin umar ra, ia berkata, “ lihatlah laki-laki itu (seorang laki-laki dan kalangan quraisy) saya telah mengucapkan kepadanya kata-kata yang mirip dengan perjanjian. Dan saya tidak ingin menemui allah SWT dengan memikul sepertiga kemunafikan, saya bersaksi di hadapan kalian semua bahwa saya teah menikahkannya.”. demikian kosisitansi para shahabat dalam menjalankan janji mereka. Janganlah kita dengan mudahnya membatalakan lamaran pernikahan, kecuali alasan syar’i karena itu akan menyebabkan rasa sakit hati, dan memicu timbulnya permusuhan diantara kedua belah pahak.
            Sementara itu adat berkembang di Indonesia, ketika dilangsungkan lamaran, biasanya membawa barang–barang tertentu sebagai pengikat, bahkan ada yang telah memberikan sebagian mahar. Jika begitu apa yang harus dilakukan jika dibatalkan lamaran ?. jika diberikan itu adalah bagian dari mahar maka ia harus dikembaliakan. Mahar baru boleh dimiliki setelah terjadi akad nikah. Sebelum itu mahar masih menjadi milik laki-laki.
            Sedangkan jika barang-barang yang diberikan itu hanyalah hadiah untuk mempererat hubungan diantara kedua belah pihak maka ia sama hukumnya dengan hibah. Dan itu tidak boleh diambil lagi, kecuali atas keridhoaannya. Barang yang diberikan itu telah masuk kedalam hak kepemilikan pihak perempuan, tentang hal ini rasulullah bersabda.
لا يحل لاحدان يعطى عطية فيرجع فيها الاالوالد فيمايعطي ولده
“Tidak boleh bagi seseorang yang memberikan suatu pemberian, kemudian mengambilnya kembali, kecuali baqpak kepada anaknya”.





Daftar Pustaka

Rifa’I, Moh. 2002. Fiqih Wicaksana. Tohaputra : Semarang.
Sayid, Sabia. 2006. Fiqih Sunan. Pena Pundit Aksara : Bandung.
Zakariyah, Rusydy. 2001. Fiqih. Jakarta: Depag
Ghozali, Abdul. 2003. Fiqh Munakahat. Kencana Prenada Media Group.
Saebani, Ahmad. April 2009. Fiqh Munakahat. CV. Pustaka Setia. Bandung.





[1] Syekh M. Ali Shobuni, Tafsir Al-Ahkam, hlm: 295

Tidak ada komentar:

Posting Komentar